Tuesday, May 6, 2008

Kemarin

Selasa sore. Langit bocor. Basah. Polsek Jatinegara. Ah, taruna sepi. Jenuh. Coffemix panas. Kedelai hangat. Asap tembakau.

Sunday, January 27, 2008

Masih Ada Cinta Untuk Soeharto

Masih Ada Cinta Untuk Soeharto

The Smiling General Soeharto telah tiada. Waktu membatasinya hingga 87 tahun. Sang Jenderal Besar, penguasa orde baru selama 32 tahun itu menghembuskan nafas terakhirnya pada hari Minggu, 27 Januari 2008 pukul 13.13 WIB di Rumah Sakit Pusat Pertamina.

Gue menerima kabar duka itu saat berada di depan kediaman Soeharto, Jalan Cendana No.6, Menteng, Jakarta Pusat. Kondisi saat itu masih sepi. Hanya ada belasan polisi berjaga di depan Cendana dan beberapa wartawan. Gue berdiri tak jauh dari Wakapolres Jakpus ketika ia menerima kabar itu melalui HT. Seketika gempar! Dalam waktu tidak beberapa lama, ribuan manusia dari tukang gorengan hingga RI 1 dan kabinetnya memadati Cendana.

Seorang ibu dengan menggandeng anak kecil datang dengan berlinang air mata. Gue pikir dia adalah kerabat Cendana. Ternyata bukan. Ia hanya seorang ibu rumah tangga biasa. Ketika mengetahui Soeharto meninggal, ia menyusul suaminya yang sedang bekerja di tokonya. Ia memaksa si suami menutup toko dan mengantarnya ke Cendana. Padahal, mereka tak pernah tahu dimana Cendana berada. Ia berduka. Ia mencintai Soeharto. Sembako murah, katanya, suasana aman.

Ia tak sendiri. Ada pula seorang tukang gorengan yang tinggal di Bekasi. Ia mendengar kabar berpulangnya Soeharto ketika sedang menjajakan dagangannya. Pikulannya ia tinggalkan, ia pulang ke rumah, menjemput putranya yang berumur 4 tahun dan berangkat ke Cendana. Ia empat kali berganti angkutan umum dari rumahnya menuju Cendana. Sambil memangku anaknya di bahu, ia ikut berjubal dengan ribuan orang lainnya. Alasannya cinta. Ya, ia mencintai penguasa orde baru itu.

Ternyata, masih ada cinta buat sang jenderal, pengganti seorang Bung Karno itu. *F1

Monday, January 21, 2008

Ibra

Zlatan Ibrahimovic, pesepakbola terbesar yang dihasilkan Swedia. Pemain berusia 26 tahun dan bertinggi 1,92 meter ini memang luar biasa.

Pesepakbola yang masuk dalam kategori bintang adalah yang mampu mengubah hasil pertandingan. Ibra membuktikannya beberapa kali. Dinihari (21/1) WIB, ia melakukannya lagi.

Hingga menit ke 88, Internazionale masih tertinggal 1-2 dari Parma di San Siro. Ibra beraksi, the swedish balerina itu menari di kotak penalti Parma, Bucci terjatuh, gawang kosong, Ibra menembak, bola mengalir deras, Couto menghadang. Bola berganti arah. Wasit menunjuk titik putih. Couto menghadang bola dengan tangannya. Penalti.

Eksekusi yang dilakukan oleh Ibra sempurna. Gol. Kedudukan seri. Ibra langsung bergerak mengambil bola agar Parma tak membuang waktu. Pemain Parma menghalangi. Dua menit tersisa.

Pertambahan waktu 4 menit. Menit ke 92, Inter membangun serangan dari sektor kanan. Cruz meliuk-liuk melewati dua pemain, memberikan umpan kedalam kotak penalti. Ibra menerima bola dengan dadanya dan menembak. Gol!!!

Inter tak terkalahkan musim ini di serie A. Dengan selisih 7 poin dari pesaing terdekat, gelar juara sudah didepan mata.

Thursday, January 17, 2008

Kedelai Tempe Tahu vs Mahasiswa Keledai

5000 pengerajin tempe tahu se Jabodetabek berdemo didepan istana presiden. Tempe tahu menghilang dari pasar, tukang sayur keliling, warteg, hingga meja makan. Mereka menjerit, berteriak : harga kedelai melambung tinggi. Dari 3000 per kg pada Agustus tahun lalu menjadi 7500 per kg selepas idul fitri.

Kedelai langka dipasar. Sesuai dengan hukum ekonomi tentunya, harga meroket. Di negeri Abang Sam, kedelai dijadikan bahan baku untuk bio fuel. Bukan untuk konsumsi manusia, tapi mesin-mesin.

Lucu! Makanan yang dianggap "merakyat" justru bahan bakunya impor. Wah. Mewah juga makanan rakyat Indonesia, tempe tahu "aslinya" dari luar negeri. Dari Amerika pula. Selucu kita mengimpor beras, padahal nasi adalah makanan pokok bangsa kita, yang serasa belum makan kalau belum melahap nasi.

Sebenarnya ini kesempatan. Ini saatnya petani menanam padi dan kedelai. Kapan lagi petani bisa merasakan harga yang tinggi. Namun, pemerintah toh bereaksi lain. Pemerintah akan mengimpor beras dan kedelai setiap kali harga melambung. Bukannya memperkuat produksi dalam negeri. Ya, memang demi stabilitas politik dan keamanan di kota, petani harus dikorbankan. Mending jutaan petani miskin didesa, daripada jutaan buruh pabrik dikota mengamuk karena harga beras mahal, tempe tahu tak tersedia. Petani tetap miskin sampai kapan pun. Sebuah penelitian menunjukkan margin terbesar atas keuntungan beras diterima oleh pedagang. Petani hanya mendapat sekitar 15 persen. (Seperti lagunya Slank...tak mungkin...tak mungkin...pak tani kaya)

Mahasiswa berdemo. Dengan bangga memakai jaket almamater. Ada yang kuning, hijau, merah, biru. Menggusung spanduk dan berteriak : Usut kasus BLBI. Tangkap dan Adili Koruptor BLBI. (Aku jadi ingat pernah meliput ini berkat cerita Dvd yang ternyata memiliki pengalaman yang sama).

Wah! Hebat juga nih rombongan mahasiswa. Rela dijemur matahari, bolos kuliah, demi memperjuangkan uang rakyat yang diselewengkan.

Satu mahasiswa sempat aku tanyai. Dengan ikat kepala dan bendera ditangan ia begitu bersemangat, seakan hendak melumat para koruptor itu.

Fian : "Apa itu BLBI?"
Mahasiswa A : "Bantuan Likuiditas Bank Indonesia"
Fian : "Iya. Maksudnya apa? Untuk apa BLBI itu?"
Mahasiswa A : "Pokoknya itu uang rakyat yang dikorup"
Fian : "Berapa banyak?"
Mahasiswa A : "Banyaklah. Ratusan triliun."
Fian : "Bagaimana mereka mengkorup BLBI?"
Mahasiswa A : "Caranya macam-macam.Pokoknya koruptor harus kita habisi."
Fian : "Berapa besar BLBI membebani APBN setiap tahun?"
Mahasiswa A : "Banyak. Dan dananya bisa dipakai untuk pendidikan murah."
Fian : "Berapa persisnya?"
Mahasiswa A diam saja. Lalu memanggil beberapa temannya. Dan jawaban hanya gelengan, diam, berbisik kepada rekan disampingnya.

Jadi ingat demo pengerajin tempe tahu. Sebut saja Z. Lulus SD pun tidak. Tapi ia tahu apa yang ia perjuangkan. Harga kedelai melonjak, mata pencarian mereka terancam. Berarti dapur terancam dingin. Mereka resah. Mereka lemah. Mereka meminta bantuan pemerintah. Yang mereka suarakan adalah masalah hidup mereka. Apa yang mereka tahu. Jika aku bertanya kepada mereka apa itu BLBI, dan mereka menggeleng, aku paham.

Wednesday, January 16, 2008

Ada Apa Dengan Orde Baru? (bagian 3)

Ada yang sekonyong-konyong menjadi musuh orba padahal dalam hati menyimpan sejumput rindu.

Bagi rakyat biasa seperti saya yang tidak mengerti apa itu demokrasi dan politik, yang penting perut kenyang hidup tenang. Bisa tidur nyenyak dipagi hari, sarapan singkong rebus atau pisang goreng dengan segelas kopi, bekerja dengan nyaman, pulang, tidur nyenyak, tak pernah bermimpi yang muluk-muluk.

Mungkin beda dengan orang yang mengaku kaum intelektual, cendikiawan yang mengagungkan demokrasi diatas banyak hal. Bagi elite politik yang sibuk jual bicara demi sebuah kursi empuk di Senayan. Mengincar jabatan dan tentu saja uang.

Sekarang masyarakat kebablasan. Dalam era bebas yang bablas, lepas kendali.

Okelah, ada yang buruk dari era Soeharto. Tapi jangan pula menjadi amnesia terbatas, melupakan perannya bagi bangsa ini. Penghujatan yang ia terima seolah-olah ia tak pernah sama sekali berjasa.

Mungkin ratusan aktivis yang pernah merasakan perihnya penindasan Soeharto tidak akan sepakat denganku. Tapi jangan lupakan pula jutaan orang yang lebih bahagia pada masa pemerintahannya.

Harta keluarga Cendana memang bikin silau. Mungkin memang didapat dari menggerogoti ekonomi negara ini. Tapi ia tak sendiri. Banyak pula kroni-kroni cendana yang menumpuk harta, entah halal atau haram. Konglomerat hitam berseliweran dengan bebas.

Jika memang masalah penegakan hukum. Jangan diskriminatif. Sikat semuanya. Jangan lupa pula menghajar pada pemerintahan sekarang. Toh, bau KKN masih tajam menyengat. Jika Soeharto dihukum karena ia memang terbukti bersalah, saya setuju. Nah, setelah itu saya yakin lebih dari separuh bangsa ini juga akan mendekam di penjara. Baguslah.

Semua elemen bangsa ini rusak. Apa itu dosa Soeharto? Ini dosa bersama.

Tuesday, January 15, 2008

Ada Apa Dengan Orde Baru? (bagian 2)

Sekarang ia terbaring sakit. Untuk ke sekian kalinya menginap di RSPP yang tarifnya semalam setara dengan hotel bintang lima. Apalagi keluarga cendana memborong satu lantai. Tagihan pun dibayar dari kantong pribadi.

Demonstrasi silih berganti. Ada yang menuntut proses hukum Soeharto diteruskan. Ada yang meminta ia dimaafkan. Jaksa Agung atas perintah Presiden pun datang menawarkan damai atas tuntutan perdata yang sekarang sedang disidangkan.

Soeharto dituduh korupsi. Ia menumpuk harta melalui yayasan yang ia dirikan selama berkuasa. Majalah Time malah menahbiskan Soeharto sebagai orang terkaya. Soeharto menuntut dan menang, Time harus membayar ganti rugi sebesar Rp 1 Triliun.

Kekuasaan memang memabukkan. Apakah itu alasan ia bertahan demikian lama?

Soeharto dengan ambisi menciptakan stabilitas dinegeri ini memanfaatkan kuasa yang ia punya. Militer alat utamanya. Konflik selalu ia redam. Demokrasi seakan padam. Tapi, toh dosa itu tak harus ditanggung oleh dia sendiri. Ini dosa bersama. Mungkin tak semua, tapi segelintir orang dilingkaran kekuasaan turut terlibat.

Dengan motto "Asal Bapak Senang", mereka menuruti perintah Soeharto dengan cara mereka sendiri. Asal semua beres, apapun yang mampu dilakukan, mereka lakukan.

Secara politik, Soeharto melakukan apa yang harus ia lakukan untuk menciptakan kestabilan.

Secara ekonomi, konsep yang diusung oleh Mafia Berkeley lah yang ia percaya.

Harga sembako stabil. Stok cukup sehingga tak perlu antri. Pertumbuhan ekonomi rata-rata 7 persen (meskipun kesenjangan semakin melebar).

Menurutku dosa juga terletak pada orang-orang dekatnya. Termasuk anak-anaknya yang memanfaatkan posisi ayahnya sebagai presiden untuk menggais keuntungan pribadi. Seiring dengan tumbuhnya putra-putri Soeharto, keserakahan semakin besar.

...bersambung...

Ada Apa Dengan Orde Baru? (bagian 1)

Rabu dini hari...sambil berbaring di ubin teras RS Pertamina

Dingin! Semakin dingin! Dalam 24 jam terakhir belum sekejap pun aku terlelap. Malam sepi dan aku masih terjaga. Untungnya tak sendiri. Puluhan jurnalis yang lain juga menunggu. Bermalam diluar rumah bukan kemping. Entah dengan kamera, pena atau recorder.

Didalam sana, dilantai 5 terbaring orang nomor satu orde baru : Soeharto. 32 tahun ia berkuasa sebelum lengser Mei 1998. Pria yang menjadi bagian dari sejarah republik ini.

The Smiling General...entah ia masih bisa tersenyum saat ini. Jenderal besar yang bintangnya telah pudar dan semakin redup.

Orang lalu mengingat dosa. Ada pula yang mengenang jasa. Lalu ditimbang. Saya sendiri bimbang.

Saya dulu menggagumi sosok pria desa asal Wonogiri itu. Membawa Indonesia dari keterpurukan diakhir era Soekarno menuju pembangunan. Saat 1998, mahasiswa bergerak menumbangkan Soeharto, saya masih bertanya-tanya. Apakah Soeharto yang menanggung semua dosa?

Lalu ia terguling. Reformasi dimulai. Empat presiden berkuasa. Dari sang wakil yang naik mendadak, Habibie, Gus Dur, Megawati, lalu SBY. Indonesia toh tak makin baik. Ada yang bilang kerusakan yang diciptakan Soeharto kronis sehingga bangsa ini butuh waktu lama untuk pulih.

Saya lahir dimasa Soeharto berkuasa, tumbuh pada jaman itu pula. Tak mengerti benar apa ang diperjuangkan oleh aktivis 1998 waktu itu. Saya masih berseragam putih abu-abu. Yang saya rasakan adalah stabilitas, ketenangan, tak ada kerusuhan. Masih ada kebanggaan karena Indonesia masih dipandang didunia internasional. Di Asia Tenggara, Indonesia adalah macan. Merah putih yang berkibar didepan rumah tampak gagah.

...bersambung...

Wednesday, January 9, 2008

Maaf...

Nafsu menggiringku gila
Desah melodi gairah ditelinga
Hembusan hangat nafas
Menggilas batas
Seruan nurani hanya bisik pelan
Dengarkan senandung setan
Nyanyi riang tanpa dosa
Senyum dibalik neraka
ia tertawa
ia jaya
Aku kalah
Aku tanpa daya
Dimana Allah
Mengapa gelap?
Tanpa cahaya
Aku butuh maaf
Tidak dari-Mu
Dari hatinya
Dari jiwaku
Aku tersesat
Aku terlaknat