Friday, July 6, 2007

Tilang Jilid 2

Bulan lalu, untuk kedua kalinya gw kena tilang. Sekitar jam 11 siang gw lewat Jalan TB Simatupang. Dekat RSUD Pasar Rebo sejumlah aparat berseragam coklat berjajar menghadang pengendara sepeda motor. Diwilayah ini aparat emang rajin melakukan operasi. Tujuannya? Entahlah.

Lalu, seorang aparat menyetopku. Memintaku menunjukkan SIM dan STNK. Keduanya sih aku punya, tapi SIM masih dititipkan di PN. Hehehe. Satu-satunya yang aku punya adalah STNK. "Enam hari lagi pajaknya habis," kata polisi tersebut.

"Sebenarnya sudah lewat 1 tahun," jawabku.

"Wah, iya. Kamu saya tilang," katanya baru sadar bahwa 6 hari lagi sudah lewat 2 tahun.

"Pelanggaran apa pak?"

"Ini. Pajakmu mati. Apa mau disita motornya?"

"Kok disita. Kan yang mati cuma pajak. STNK masih berlaku sampai 2009."

"Ga bisa. STNK mu buat garuk-garuk juga ga bisa," katanya melecehkan sambil menggunakan STNK ku untuk menggaruk tengkuknya.

Aku tersinggung saat itu. Ia tak menunjukkan sopan santun sebagai aparat yang seharusnya menjadi teladan. Aku protes, tapi ia tetap memaksa. "Ya sudah. Kalo emang salah, tilang saja," jawabku. Daripada bersitegang dengan orang yang bebal, mending gw selesaikan besoknya di Samsat. Hehehe

Ia lalu memanggil seorang Polantas untuk memberiku tilang. Ketika Polantas itu menulis tilangku, ia bertanya,"Pekerjaan apa?"

"Wartawan," jawabku.

"Kalau saya tahu wartawan pasti saya lepas. Saya cuma disuruh nulis doang," katanya.

"Ga apa-apa. Besok sudah bisa saya ambil di Samsat kan?" tanyaku.

"Nanti sore saya setor. Jam 10 besok sudah bisa diambil kalau memang kenal orang sana," ujarnya.

"Oke. Ntar saya minta tolong Pak Indra," kataku.

"Ya, Indra Fajar."

"Indra Jafar," kataku. Masa' nama pimpinan sendiri ia salah.

Lalu, gw ke rumah mbak YP. Dari sana, gw meluncur ke PN Jaktim. Gw mau ngambil SIM termasuk titipan Andre. Diloket, tampaknya petugas loket melihat kartu persku. Ketika gw tanya berapa, ia jawab,"Berapa aja lah." Gw berikan dua lembar uang 10 ribuan. Padahal di secarik kertas yang dijepretkan di SIM ku dan Andre tertulis masing-masing Rp 30 ribuan. Ya, modus lama memanipulasi denda tilang.

Lalu, gw menelpon Kasatlantas Jaktim Kompol IJ. Gw minta bertemu. Ia setuju besok jam 12 siang. Setelah bertemu dengan IJ, dibuka dengan pertanyaan mbak YP, ada beberapa pencerahan yang didapat.

"Polisi tidak bisa menilang jika pajak mati. Kita cuma bisa menghimbau," kata Kompol IJ. Jadi, jika ada polisi yang ingin membodohi masyarakat dengan berpura-pura tidak tau batas kewenangannya, terkutuklah dia.

Dan mengapa gw ga bayar pajak motor? Ceritanya rumit. Gw mau bayar tapi ditolak. Kok bisa? Itulah Indonesia. Nama yang tertera di STNK tidak sama dengan KTP-ku. Jadi, mau bayar aja dipersulit. Jangan-jangan memang untuk melanggengkan modus-modus pembodohan yang berujung kepada pemerasan. *F1

No comments: