Thursday, May 17, 2007

Mahalnya Berkunjung Ke LP Cipinang

Jika hendak membesuk keluarga atau kerabat yang ditahan di Lembaga Pemasyarakatan Cipinang, Jakarta Timur siapkanlah lembaran uang ribuan yang cukup banyak. Uang ini diperlukan untuk "sumbangan sukarela" kepada petugas LP.

Dari pengalaman pribadi, uang Rp 2.000 diperlukan untuk memperlancar proses pendaftaran kunjungan. Ironisnya didepan pintu masuk tertera tulisan besar "Kunjungan Tidak Dipungut Biaya". Saya mencoba tidak memberikan uang tips tersebut, seorang petugas menahan lembar formulir sambil berkata, "Sukarelanya mas." Dua lembar uang seribuan pun melayang. Tampaknya pungutan liar di LP telah menjadi rahasia umum. Mia yang membesuk pacarnya rutin seminggu dua kali bercerita ia menghabiskan uang minimal Rp 200 ribu setiap berkunjung. "Untuk petugas dan bekal didalam," katanya. Begitu pula dengan pengunjung lain yang memang sudah mengerti kebiasaan di sana.

Setelah mendapat formulir, pengunjung menuju portir. Disitu, ada empat pos yang membutuhkan sumbangan sukarela tadi. Pertama, untuk mendapatkan cap/stempel LP ditangan. Sambil bertanya berapa orang yang berkunjung dan siapa yang ingin dikunjungi, petugas mengetok kaleng biskuit tempat uang sambil berkata persis pos sebelumnya. "Uang sukarelanya mas," katanya.

Lalu, saya bergeser ke tempat penitipan KTP atau kartu identitas lainnya yang hanya berjarak 2 meter dari pos sebelumnya. Lembar demi lembar uang ribuan pun kembali melayang. Setelah itu, saya menuju tempat penitipan handphone, kamera, dan senjata api. Uang Rp 2 ribu kembali dikutip sebagai jasa penitipan. Setelah menerima kartu titipan dan tanda pengenal pengunjung, saya menuju ruang pengeledahan. Isi tas dibongkar, tapi sebelumnya Saya meletakkan uang Rp 2 ribu dikaleng yang berisikan lembaran ribuan lain. Satu handphone pun lolos.

Lalu, saya menuju ke ruang tunggu, tempat bertemu dengan tahanan yang ingin ditemui. Disitu, diperiksa kembali formulir kunjungan dan tanda pengenal pengunjung. Setelah itu, saya menuju ke barisan meja dimana petugas LP dan beberapa Tamping berompi kuning duduk. Tamping ini bertugas memanggil tahanan yang hendak ditemui. Setelah menunjuk seorang Tamping, petugas kembali meminta uang. "Untuk yang memanggil," katanya.

Saya mencari tempat yang sepi dan duduk. Tak lama, seorang tahanan menghampiri saya. Ia memperkenalkan dirinya sebagai Bom. Telah dua tahun ia mendekam disana. Ia mengaku bertugas mengumpulkan daftar "Korea", sebutan bagi tahanan yang bersuku Batak. Bisa ditebak, ia pun meminta uang rokok sebagai perlindungan bagi tahanan yang hendak ditemui. Uang Rp 10 ribu pun melayang.

Sekitar sepuluh menit kemudian, Tamping yang bertugas memanggil tahanan yang ingin ditemui saya datang. Namun, ia sendirian. "Ia ga mau ditemui. Katanya mau istirahat," ujarnya. Ia tak berani memaksa, karena kebetulan tahanan tersebut satu kamar dengan orang yang disebut "foreman", tahanan yang menjadi kepala blok. Saya meminta Tamping tadi menemui tahanan yang ingin ditemui sekali lagi. Sebagai jasa, uang Rp 5 ribu pun keluar dari kantong.

Selama 15 menit menunggu, aula tersebut bak stadion. Hilir mudik ada saja yang menawarkan minuman, juice, ataupun makanan kecil. Tentu saja dengan harga spesial LP. Lebih mahal dengan rasa ala kadarnya.

Tak lama, Tamping tersebut kembali dengan tangan kosong. Bom menawarkan jasa untuk memanggil tahanan tersebut, tentu saja dengan tambahan biaya. "Untuk uang kunci dan foreman," katanya. Selain itu, ia juga meminta saya menyiapkan uang untuk tahanan yang ingin dikunjungi. "Nanti ia butuh untuk petugas ditiap meja dan foreman," katanya. Minimal, katanya, ada 3 meja yang harus disetor.

Ya sudahlah, uang dikantong tak cukup untuk membayar semua itu. Saya pun mengurungkan niat untuk bertemu dengan tahanan tersebut. Uang puluhan ribu melayang tanpa hasil.

No comments: